Central Publikasi.Com-Kendari Aliansi Rakyat Pemerhati Keadilan (ARPK) Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama puluhan warga Desa Bangun Jaya mendatangi Mapolda Sultra, Rabu (17/09/2025). Mereka memprotes penetapan Kepala Desa Bangun Jaya sebagai tersangka dan menduga adanya kriminalisasi serta cacat prosedur dalam proses hukum yang dijalankan Polda Sultra.
Koordinator ARPK Sultra, Dirman, dalam keterangannya kepada media, Rabu (17/09/2025), menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap kepala desa sarat kejanggalan, terutama karena laporan dari pihak perusahaan masuk lebih dahulu dari waktu aktivitas pembukaan lahan dilakukan oleh masyarakat.
“Laporan dari perusahaan masuk pada 29 Mei 2025, sedangkan aktivitas pembukaan lahan oleh warga baru dilakukan tanggal 1 dan 3 Juni 2025. Ini jelas aneh. Aktivitasnya belum terjadi, tapi laporan sudah ada. Ini terkesan sebagai kasus titipan dan bentuk kriminalisasi terhadap Kepala Desa Bangun Jaya,” ujar Dirman.
Dirman juga menyoroti sikap Polda Sultra yang dinilai tidak transparan dan tidak kooperatif dalam proses klarifikasi di forum resmi.
“Polda Sultra sudah dua kali tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sultra. Pada RDP pertama tanggal 2 September, pihak BPN menyatakan tidak pernah diajak koordinasi oleh Polda. Kemudian pada RDP kedua tanggal 15 September, BPKH juga mengungkap bahwa mereka baru turun ke lokasi bersama Polda pada 10 September—itu pun baru sebatas rekonstruksi batas wilayah, belum ada kesimpulan tertulis tentang dugaan penyerobotan kawasan konservasi,” tegasnya.
Ironisnya, lanjut Dirman, pada hari yang sama dengan RDP kedua (15 September), Polda Sultra justru langsung melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Kepala Desa Bangun Jaya secara sepihak, tanpa mengacu pada keterangan tertulis dari BPKH yang seharusnya menjadi dasar hukum.
ARPK juga menjelaskan bahwa pembukaan lahan oleh masyarakat telah melalui prosedur Musyawarah Desa (Musrenbang) dan dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa pada 24 November 2024. Kegiatan ini bertujuan mendukung program Swasembada Pangan nasional sebagaimana bagian dari visi besar Presiden Prabowo Subianto melalui program Asta Cita.
“Justru kegiatan yang mendukung program nasional ini kini diganggu oleh intervensi perusahaan dan aparat penegak hukum. Kami menduga PT Tambang Indonesia Sejahtera (TIS) berada di balik laporan ini dan berupaya menghalangi program ketahanan pangan rakyat,” ucap Dirman.
Menurutnya, masyarakat rela meninggalkan kampung halaman hari ini demi menuntut keadilan dan meminta agar Kepala Desa Bangun Jaya segera dibebaskan.
Tak hanya itu, ARPK Sultra juga menuntut pencopotan Kepala Ditreskrimsus Polda Sultra karena dinilai gagal menjaga integritas dalam menangani perkara ini.
“Kami meminta Kapolri meninjau ulang jabatan Ditreskrimsus Polda Sultra. Kami nilai telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran asas keadilan dalam kasus ini,” pungkas Dirman.
Aksi hari ini di Mapolda Sultra menegaskan bahwa masyarakat menolak proses hukum yang tidak transparan dan menuntut keadilan ditegakkan secara objektif, tanpa tekanan dari korporasi maupun kepentingan tertentu. (R)