Central Publikasi.Com-Puluhan nelayan pencari ubur-ubur di Cilacap, Jawa Tengah, mendatangi kantor Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) setempat, Sabtu (11/10/2025).
Adapun kedatangan para nelayan ini untuk mengadukan nasib mereka buntut larangan mencari ubur-ubur di perairan Gombong hingga Kebumen oleh nelayan di wilayah tersebut.
Dalam kesempatan itu, Ketua HNSI Cilacap,
Sarjono, menemui para nelayan. Pertemuan pun digelar, disaksikan perwakilan polisi dari Polairud.
“Jadi ada selisih paham dengan nelayan di wilayah Gombong, khususnya Gombong ke timur, bahwa alat tangkap kita dianggap menyalahi aturan. Sedangkan yang diminta oleh nelayan sana jaring bersandut atau sirang, sementara kita pakai apolo,” ujar Jayus perwakilan nelayan pencari ubur-ubur asal PPC Cilacap saat ditemui wartawan usai pertemuan.
Jayus mengatakan selama ini para nelayan saat mencari ubur-ubur menggunakan kapal besar berukuran GT5, sehingga bilamana harus mengganti jaring yang digunakan selama ini, mereka mengaku kesulitan.
“Kalau kita pakai kapal-kapal besar GT5 ke atas nggak bisa pakai jaring yang seperti itu, dan nelayan di Gombong merasa dirugikan. Sedangkan penghasilan lebih banyak sana aslinya,” ungkapnya.
“Kalau kita nginep paling 2 malam, 3 malam dapatnya paling 3 sampai 4 ton. Beda kalau nelayan disana satu kali jalan bisa sampai 2-3 ton. Tadi sudah musyawarah, katanya mau dirembug (koordinasi) sama yang di timur sana gimana,” imbuh Jayus.
Ia berharap ada solusi terbaik dan adanya kerjasama dengan nelayan pencari ubur-ubur di wilayah Gombong. “Semoga ada jalan tengah lah, yang penting kan kita nggak ganggu nelayan sana dan kita juga nggak keganggu, dan kita kan ibaratnya merantau kesana,” ujar Jayus.
Adapun permasalah tersebut diakui Jayus sudah sejak satu minggu ini. “Mungkin ada kecemburuan. Ya kalau dilihat dari hasil masih banyakan sana. Kita pas nyari ubur-ubur juga kadang pakai jaring cabukan kalau malam,” ucapnya.
“Jumlah nelayannya juga masih banyakan sana, kalau kita paling segelintir orang nggak banyak, bisa dihitung. Ada 5 apa 6 kapal dari sini,” lanjut Jayus.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua HNSI Cilacap, Sarjono mengatakan, akan segera berkoordinasi dengan pengurus HNSI Kebumen untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
“Pada poinnya, nelayan disana (Gombong) tidak mempermasalahkan, asalkan dengan alat tangkap yang sama. Tapi kalau pakai alat tangkap yang sama (sirang kantong), itu resikonya kapal atau perahu yang lebih besar akan terhantam gelombang,” ungkap Sarjono.
“Nanti kita bicarakan dulu dengan pengurus HNSI disana, kemudian Polairud sana dan Lanal sana. Kalau bisa secepatnya supaya jangan sampai ada yang dirugikan, apalagi sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Intinya sama-sama mencari makan di tengah laut,” imbuhnya.
Sarjono memastikan, kendati menggunakan kapal besar dan jaring apolo yang dianggap menyalahi aturan, namun hasil ubur-ubur yang didapat nelayan dari Cilacap tidak begitu banyak.
“Dikirain kapalnya besar pendapatannya lebih besar, saya kira nggak lah. Dan kalau pakai jaring tarik per kantong itu katanya dapatnya lebih banyak tapi nyatanya tidak, 2-3 malam paling hanya dapat 4-5 ton. Nanti juga bisa dilihat kok dari hasil penjualan,” pungkasnya. (Pur).