Central publikasi com . Simalungun – Pemerintah Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun melakukan mediasi untuk membahas tapal batas antara Nagori Tonduhan dengan Nagori Parhundalian Jawa Dipar. Hal ini berkaitan dengan kasus lahan warga yang sertifikat lahannya dicabut setelah ada gugatan di PTUN.
Mediasi dilaksanakan di Kantor Camat Hatonduhan Selasa (22/04/2025) siang. Dalam pembahasan yang dilakukan, pihak saksi dari masyarakat menjelaskan bahwa sejak ada pemekaran pada tahun 2003 telah ditentukan tapal batas.
Masalah ini mencuat kembali ketika ada gugatan ke PTUN Medan yang menyatakan bahwa ada 44 sertifikat lahan warga telah dibeli pada tahun 80-an dari warga ke seorang wanita bernama Dewi warga Kota Pematangsiantar. Warga yang pemilik lahan sempat komplain karena pihak BPN mendatangi kantor Pangulu Tonduhan padahal menurut petani lahan tersebut masuk ke Nagori Parhundalian Jawa Dipar.
Menurut Beriman Sinaga, Pangulu Tonduhan mengatakan kedatangan BPN ke nagorinya karena sesuai administrasi, mengingat alamat di dalam sertifikat tersebut masih tercatat objek tanah berada di Nagori Tonduhan.
“Itu masalah administrasi, kenapa masalah sengketa masuk ke Nagori Tonduhan. Hal itu dikarenakan bukti sertifikat masih Nagori Tonduhan, BPN tidak tahu kalau nagori kita sudah pemekaran. Mereka berbicara secara administrasi. Tapi kita di sini meluruskan dan kita siap membuat batas yang baru agar masyarakat gampang mengurus segala keperluan administrasi,” katanya.
Sementara itu, Sahlan Tambunan, Pangulu Nagori Parhundalian Jawa Dipar mengatakan bahwa selama ini 44 sertifikat tersebut membayar PBB (Pajak Bumi Bangunan) ke Nagori Parhundalian Jawa Dipar. “Selama ini masuk ke Parhundalian dan yang kita tahu juga bahwa lahan itu masuk ke wilayah Parhundalian. Jadi setelah tapal batas ini selesai kita akan mengeluarkan surat bahwa masyarakat itu telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1991,” katanya.
Salah seorang warga menyebutkan, penyelesaian tapal batas ini sangat penting mengingat keperluan warga terkait status lahan ini masih sangat diperlukan. “Penting masalah tapal batas ini karena sertifikat kami telah dicabut. Kita perlu karena ketika ada permasalahan, kami bisa menentukan kemana kami berurusan. Kami perlu untuk kepentingan surat menyurat, kalau sudah jelas, jadi bisa kita bawa surat itu untuk keperluan ke BPN ataupun ke PN Simalungun untuk proses hukum lahan kami lebih lanjut,” ucap warga dalam pertemuan tersebut .
Sekretaris Camat Hatonduhan , Dame LN Naibaho mengatakan permasalahan ini akan segera di tindaklanjutin . Ia mengatakan hasil rapat ini akan di laporkan ke Camat agar segera dikordinasikan ke Kabag Tapem ,Pemkab Simalungun .Tapi pak camat akan langsung berkordinasi dengan Kabag Tapem . Begitu ada arahaan,kita akan langsung turun ke lapangan dan membuat tapal batas serta admistrasinya.,” ucap Sekcam .
Sekedar informasi permasalahan yang terjadi di Nagori Parhundalian Jawa Dipar ,ada 44 Sertipikat tanah yang di terbitkan BPN SIMALUNGUN Tahun 1991 . Namun lahan tersebut di gugat di PTUN Medan karena seorang mantan Jaksa mengaku telah membeli lahan tersebut membeli tahun 1980an .
Kemudian hasil keputusan PTUN hingga Kasasi membatal kan 44 sertipikat tanah milik warga tersebut .
Lahan tersebut, merupakan lahan yang kosong yang kemudian dikelola masyarakat hingga bekerjasama dengan PTPN VII( Sekarang PTPN IV,red ) untuk dijadikan Perkebunan Inti Rakyat (PIR), kemudian pada tahun 1991Pemkab Simalungun membuat surat hingga akhirnya muncul sertifikat atas lahan tersebut . Pada tahun 2023 lahan tersebut digugat ke PTUN MEDAN hingga proses hukumnya ke Kasasi oleh mantan jaksa yang merupakan warga Kota Pematang Siantar . Dan gugatan tersebut ,memutus kan untuk mencabut 44 sertifikat yang diterbitkan BPN pada tahun 1991itu.
Warga berharap agarsemua pihak yang terkait untuk mempertimbangkan kembali lahan tersebut karena lahan tersebut sudah lebih dari 30tahun di kuasai oleh masyarakat .(L i Ly )