Central Publikasi.Com-Cilacp: Puluhan pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari di wilayah Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Paguyuban Dono Roso mendatangi Kantor DPRD Cilacap, Jumat (7/3/2025).
Kedatangan para PSK dan mucikari ini untuk mengadukan nasib mereka pasca pemerintah daerah menutup tempat prostitusi secara permanen pada awal bulan Ramadhan kemarin.
Dalam kesempatan itu, paguyuban Dono Roso, didampingi Ketua RT setempat dan Ketua LPPSLH Cilacap melakukan audensi bersama Ketua DPRD Cilacap, Taufik Nurhidayat beserta jajaran Komisi A dan Komisi D.
Dalam audensi yang berlangsung di ruang rapat lantai I Gedung DPRD Cilacap ini, turut dihadiri Kepala Satpol PP Cilacap, Sadmoko Danardono beserta jajaran Dinas Sosial PPPA setempat.
Agus Djatmiko selaku Ketua RT 04 RW 11 Desa Slarang mewakili paguyuban mengatakan, kedatangan mereka untuk meminta solusi kepada DPRD usai ditutupnya tempat prostitusi oleh pemerintah daerah.
“Kami sebagai masyarakat di lokalisasi Slarang, dalam hal ini pemerintah daerah mau menegakkan Perda Prostitusi, mendukung langkah dari Pemda. Namun demikian, kami sebagai warga minta dikasih solusi supaya bisa keluar dari permasalahan ini dan tanpa merugikan siapapun,” ujarnya saat ditemui.
“Dan tuntutan kami, yang punya masalah hutang supaya bisa diselesaikan, kemudian para PSK diberdayakan kalau bisa sampai mandiri. Kami juga minta tenggang waktu. Yang jelas untuk masyarakat di lokalisasi Slarang itu mayoritas kan hak milik, dan hak milik atau sertifikat ini rata-rata ada di Bank, kalau nggak di BKK di BRI,” imbuh Agus.
Agus juga meminta agar nasib pedagang yang berada di sekitar lokalisasi untuk diperhatikan. “Kan banyak juga masyarakat sekitar, khususnya pedagang terkena dampak, termasuk pedagang-pedagang dalam juga. Sehingga kami minta untuk diperhatikan juga lah, dicarikan solusi,” ungkapnya.
“Intinya kami meminta keadilan. Memang usaha kami boleh dikatakan ilegal lah, tapi kan masih banyak juga usaha ilegal di luaran sana. Kalau tempat kita ditutup ya semua usaha ilegal di Kabupaten Cilacap juga harus ditutup seperti tempat karaoke yang tidak punya izin dan lainnya,” tandas Agus.
Sementara Ketua LPPSLH Cilacap Nawa Nugrahasiwi B berharap agar pemerintah daerah melakukan pemberdayaan, baik kepada PSK maupun mucikari yang terdampak di Slarang untuk kelangsungan hidup mereka.
“Jadi seperti yang dulu pernah kami lakukan itu adalah pola pemberdayaan, dan itu harus berjalan sesuai minat, bakat mereka. Nggak serta merta misal semua dodol dawet (jualan dawet), usaha warung, tidak seperti itu. Maka disitulah nanti manajemen pengelolaan usaha harus ada,” katanya.
“Kemudian pemberdayaan harus terlaksana dan penambahan modal untuk mereka seperti yang dilakukan kami dulu juga harus ada, seperti dulu kita bina sampai mentas (selesai),” lanjut Nawa.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Cilacap, Sadmoko Danardono menyampaikan, bahwa tuntutan dari PSK dan mucikari tersebut akan dilaporkan kepada Bupati untuk kemudian ditindaklanjuti.
“Tadi kita sudah mendengarkan bersama masukan-masukan, pendapat, pandangan dari saudara-saudara kita yang ada di lokalisasi Slarang, dan hasil audensi tadi akan kami laporkan kepada Bupati dan Forkopimda. Nanti kami menunggu keputusan Bupati karena kami tidak mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan,” ujarnya.
“Nanti beliau-beliau yang akan rapat khusus dan mengambil keputusan dengan tentunya mempertimbangkan masukan, saran, dan keluh kesah dari saudara-saudara kita maupun tenggang waktu, ini juga nanti sebagai bahan pertimbangan. Dan hasilnya nanti kita akan sampaikan, secepatnya,” imbuh Sadmoko.
Sedangkan Ketua Komisi A DPRD Cilacap, Suheri dalam hal ini, mendukung upaya pemerintah daerah dalam menegakkan Perda Nomor 2 Tahun 2024 Pasal 26 Tentang Pencegahan dan Penertiban Praktik Prostitusi.
“Prinsipnya kami DPRD sepakat itu untuk dihentikan, kemudian dari Paguyuban Dono Roso juga sudah sepakat, hanya saja kami minta toleransi waktu untuk mereka berbenah diri, menyiapkan diri,” ujarnya.
Sementara terkait penegakkan Perda yang tengah dilakukan, pihaknya mendorong Pemda untuk melakukan beberapa tahapan. “Yaitu pertama pendataan harus dilakukan, kemudian rehabilitasi, setelah itu baru dipulangkan namun tetap dilakukan pembinaan dan pemberdayaan disitu. Intinya tahapan itu harus dilaksanakan,” tegas Suheri.
Suheri juga meminta agar mengedepankan hak-hak asasi mereka untuk mendapatkan hidup yang layak. “Menurut kami mereka melakukan itu karena terpaksa, tuntutan hidup dan lain sebagainya. Kalau kemudian pemerintah memberikan solusi lain yang lebih bermartabat, lebih baik, saya yakin mereka pun tidak akan menolak,” pungkasnya. (8/3/2025).
(Purwati)